Choices that Defines Past, Present, and Future

Tiap hari kita pasti dihadapin sama pilihan-pilihan. Yang kita tentukan dari masa lalu menghasilkan masa kini, dan yang kita tentukan dari masa kini akan menghasilkan masa depan. Good or bad, right or wrong, we can't let ourselves go away from things like Gambling. Each odds and evens are taking part in out lives, every single day.

Hari demi hari gue jalani, setiap detik yang menjadi masa lalu dunia petualangan yang gue ciptakan sendiri, di mana gue yang jadi main character, gabisa lepas dari pilihan-pilihan tertentu dalam hidup.

Recently, kalo kalian para pembaca setia perhatiin postingan sebelumnya, gue cerita kalo gue lagi deket sama satu cewek. Abis gue bikin simulasi pro-kontra tentang apa yang bakal gue lakuin ato apa yang bakal terjadi kalo gue lanjut bareng sama dia, muncullah pilihan terakhir yang membuat gue goyah. Apa gue bisa bener-bener bertahan? Kalo gue bertahan, apa bisa dia berpaling ke gue? Ato gue mundur dan itung sebagai penolakan ke sekian kalinya? (karena dia pernah bilang kalo gue suka mending jangan, dan dia gamau disebut sebagai orang yang php)

Ga lama gue dihadapkan kepada pilihan-pilihan baru.

Gue punya temen cewe, dan dia merasa terbebani karena ada cowo yang ngedeketin dia dengan cara yang buat gue cukup nyebelin dan ga efisien. Ya, karena gue punya trauma akibat pernah nyakitin cewe waktu SD, gue memutuskan buat bantuin dia, bareng sama beberapa temen gue yang lain. Kebetulan ato apa, gue ga ngerti, karena yang mau gue tolongin itu beda kelas sama gue dan temen-temen lain yang sejurusan. Entah apa yang buat dia akhirnya jadi attached sama gue. Gue jadi bingung.

Gue punya prinsip yang bikin gue di hina sama orang lain. Gue punya standar yang cukup tinggi dalam melihat cewe. As example, we share the same religion, younger than me, and shorter than me.

Balik ke masalah doi. Gue masih bingung sebenernya gue mampu buat lanjut ato engga. Kalo lanjut mungkin gue bisa dapet posisi gue di hatinya, walau cuma dikit. Yah jujur aja gue kalah sama mantannya doi. Wong orang kaya, bermodal, sedangkan gue masih nyedok nasi yang dibeli sama ortu gue.

Di sini, pilihan gue menentukan semuanya.

Apapun pilihannya, itu bakal jadi masa depan gue. Gue cuma bisa berharap hari-hari gue di kuliah ga akan sama dengan yang terjadi saat gue hidup di masa SMP - SMA.

Anyway, here's the end. What I'm trying to say is that when you decide to choose one of the choices given in your life, brace yourself not to regret it. It will become part of your life and your future, isn't it?

Seems like I'm done for today. I'd like to talk more but I have to rethink for this problem again before I can choose a choice that I won't regret either in the future. See ya soon precious readers, adios~

Comments

  1. What will the author choose?
    Will he accept or will he refuse this girl's "love"? Stay tuned for the next part of My Life Story! Until next time!

    ReplyDelete

Post a Comment