False Assumptions, Disappointments, and a New Blossom

"Stupid me. I don't want to break my friendship just like that. I have to get rid of this..."

Udah april aja. April mop has passed, too. Dan sepertinya "a new blossom" mulai bermekaran di hati kecil gue yang belom lama gue tutup karena kepahitan yang gue alami sebelumnya.

Udah mau ujian, dan gue kembali di tempat ini. Tempat pelarian di saat gue bingung dan gelisah mau cerita sama siapa (ya lah, gebetan aja ga punya, mau cerita ama ortu malah kena ceramah entar), dan di saat gue butuh pelepasan hasrat dan keluh kesah gue selama ini. As you can see, I'm doing good now, but not really good when nowadays I'm struggling with "love", once again.

Sesuai judul, gue akhir-akhir ini sering banget membuat asumsi dan kesimpulan yang salah, dan akibatnya gue kehilangan beberapa orang penting buat hidup gue semasa perkuliahan. Contohnya, ya cerita gue tahun lalu di Unstable Heart. Buat gue, itu adalah salah satu asumsi terparah yang bisa gue pikirkan. Entah karena sepotong kata-kata dari seorang teman yang bahkan gue lupa siapa, gue jadi menjauh dari seorang teman, seorang yang gue pandang, seorang calon pacar gebetan (oke, lebay. I knew it.)

Banyak sekali asumsi-asumsi salah yang membawa gue ke kehidupan yang gue jalani sekarang. Dulu, gue pernah berasumsi bahwa semua yang ga suka sama gue harus gue jauhi, gue pernah juga berasumsi bahwa kalo gue mulai terbuka sama orang dan mulai bersosialisasi dengan orang-orang di luar sana (gue itu introvert, gue paling takut bersosialisasi sama orang-orang, dan paling takut buat ngomong di depan orang banyak) gue bisa punya kehidupan yang lebih baik, dan gue juga pernah berasumsi kalo gue gabakal bisa diterima sama orang-orang kalo gue mulai terbuka.


That's completely true. True enough to devastate my whole existence as a person. Pertama, ternyata ga semua orang yang benci sama gue itu harus gue jauhi. Kenapa? Beberapa dari orang-orang tersebut justru membuat gue masih bisa punya harapan untuk menjalani kehidupan sebagai seorang siswa waktu gue masih duduk di bangku SMP. Kedua, gue salah terbuka sama orang, karena gue lagi-lagi merasa dikecewakan dan dikhianati, otomatis kehidupan gue stagnan, fluktuasi, ga naik ga turun, kayak kurs mata uang. Ketiga, gue terbuka, dan ternyata masih ada orang yang bisa terima gue.


Asumsi-asumsi yang membawa gue pada pilihan-pilihan sulit membuat gue sempet berpikir, apa gue bisa bertahan di dunia yang keras ini? Gue lagi-lagi dikecewakan sama perbuatan gue sendiri, dan perkataan orang yang rasanya "jleb". Gatau antara gue yang emang suka baperan ato mereka yang ga terima sama apa yang gue pikirkan dan gue rasain. Semua berujung ke kekesalan dan "keretakan" yang terjadi di antara pertemanan gue dan orang-orang selama ini. Contoh paling konkret ya sabtu ini. Gue ceritanya jadi yang nyalamin orang yang dateng ke gereja, dan pas banget cewe yang dulu gue pernah suka dateng sama temennya. Salaman dong, jelas. You know what, the moment our hands held, that instant she let go of her hand and suddenly wiped it. Ya, gue tau, gue suka keringetan di bagian telapak tangan dan kaki, kronis. Lagi di Puncak yang dingin aja gue bisa keringetan. Tapi ga gitu juga kali, sampe enggan banget buat salaman. Gimana kalo lu punya doi yang penyakitnya sama kayak gue?


Selain asumsi-asumsi salah, gue juga punya banyak kekecewaan. Di hari yang sama di mana gue cerita masalah cewe yang enggan salaman ama gue diatas tulisan ini, gue cerita ke temen-temen di suatu grup di LINE, di situ gue triggered dengan pernyataan "jangan harap lu bisa ngatasi masalah cewe kalo lu aja gabisa ngatasi masalah kecil kayak otak sengklek". I mean, why would you go and hit me like that? Gue berniat cerita tentang kejadian gue, dan salah 2 orang malah "nyerang" gue dengan pemikiran-pemikiran aneh. Gue kan masih "lurus" dalam artian masih memandang lawan jenis, mereka malah seakan-akan menyuruh gue masuk ke jalur yang menyimpang. Akhirnya kami cekcok dan gue memutuskan untuk diam. Gue selalu berpikir kalo gue nongol pasti ada yang marah ato sebel sama gue. Every freaking single time.


Ya, gue bilang ga mau bahas soal cinta. Paling cerita kegelisahan sama apa yang gue rasakan akhir-akhir ini.


Yes, I've fallen in love, once again. Begitu cepat setelah kejadian sebelumnya terjadi, gue udah pindah hati ke orang lain. Kali ini, ga cuma 1 orang yang gue lirik. Orang mungkin bakal bilang gue gila karena gue suka sama banyak cewe, tapi gaada usaha, dan akhirnya cuma jadi angan-angan yang sia-sia. Yang jadi masalah adalah gue mulai suka sama seseorang yang temen-temen gue kenal siapa. Karena gue gamau kejadian yang dulu terulang, gue ga sebut siapa. Yah, maafkan keegoisan temanmu ini. Gue gamau juga kecewa atas pilihan gue kelak, jadi gue memutuskan untuk diam sampai waktu yang gabisa gue tentukan. Semua cewe yang gue suka sekarang, gue deket sama temen-temennya. I obviously don't want to ruin my friendships any further because of the thoughts that I could disappoint her heart and make my friendships loosen up.


I'm ready to meet my own demise. No kidding. Kalo pada akhirnya gue melihat dia bahagia ama yang lain, mungkin gue bisa lapang dada menerima hal itu. Sama kayak temen gue yang lagi fell in love, dia pernah bilang gitu ke gue. Dan pada dasarnya (gatau buat yang lain), cowo yang baik-baik pasti rela liat cewe yang mereka suka malah sama cowo lain yang bisa bikin sang cewe lebih nyaman, lebih bahagia, dan lebih diperlakukan baik.


Mentor gue di gereja pernah bilang, standar yang kita pasang sendiri adalah standar yang orang lihat dari diri kita, kalo standar kita itu baik, orang lain akan memandang kita baik, otomatis orang akan mulai tertarik sama kita, karena standar kita baik di mata orang lain. I believe in that. Gue juga percaya sama salah satu kata mentor gue yang berkata "jodoh itu ga kemana kok, bisa aja orang terdekat sama kita sekarang itu jodoh kita". Yah gue percaya walau sekarangpun gue merasa kalau gue belom punya temen cewe yang deket banget. Toh yang ada tiap kali gue ngedeketin cewe ujungnya dijauhin juga gara-gara "mungkin" standar gue di mata mereka itu rendah. Well, what's done is done. Gue cuma bisa percaya dan berharap kalo kata-kata mentor gue itu 100% bener.


I think that's all for now, gue mau memperbaiki diri dulu, biar ga sering-sering baper. Wish me luck, guys. Adios~

Comments

Post a Comment