“I might not be the happiest person in the world, but...”
"You already have someone you
love so much deep in your heart. I know, but still, I can’t help but tell you
how I feel you for you..." - MFS
Damn, this internship is
really killing me...
Selamat datang kembali ke pojok
gerutu gue, tempat yang udah (berdebu) lama gue tinggal berkat kehidupan baru
yang gue jalani selepas meninggalkan Jakarta untuk setahun kedepan (wait,
udah lewat 5 bulan). Kali ini gue cuma mau cerita soal apa aja yang gue lewati
selama 5 bulan magang dan hidup sendiri di luar Jakarta.
Albeit it was a hard choice to
leave my family behind and live with my own power alone in another place, I
decided to, because of some aspects. Alasan utama gue mengambil kesempatan
untuk magang di Polytron Kudus selama satu tahun adalah demi bisa lunasin utang
yang somehow menumpuk akibat kecerobohan gue sendiri. Yeah, I had borrowed
too much money and took too much loans for my hobby, and it grew toxic for me.
I mean, dengan gaji yang ditawarkan dari magang ini gue bisa bayar semua
tunggakan dalam 7 bulan (don’t ask how much debt I have, it’s abnormal for a
college student like me). Alasan lainnya ya karena gue pengen lulus, as
simple as that. Lainnya, ya karena gue pengen ngerasain tinggal sendiri,
jauh dari orang tua, dan tanpa uang saku lagi itu seperti apa.
Rencana awalnya, gue tinggal
sekamar sama salah seorang mahasiswa yang satu jurusan sama gue, dan sama-sama
belum dapet tempat magang. Biar ngirit ceritanya. As time goes on, I realized that I couldn’t
be myself at all living here. Sebulan pertama kerja, gue belajar sendiri
dari awal tentang desain website. Kadang dibantu diarahin sama diketikin
sewaktu udah jalan proyek dari kantor (I’ll tell you more later below what
project I’m currently working on), kerjanya berdua sama seorang dari
jurusan Cyber Security. Ya, gue sama temen sekamar ga bareng karena
direkrut sama orang yang berbeda. Everything started to change when a month
has passed...
So, about the project that I’m
currently working on. Gue ditugaskan untuk merombak dan menggabungkan 4
macam fitur utama yang terpisah ke beberapa address menjadi 1 website
utama. Fitur-fiturnya, web untuk karyawan Polytron isi ide buat
mengembangkan perusahaan, web untuk menilai ide-ide yang nantinya akan di-approve
untuk masuk undian, web untuk mengundi ide-ide yang lolos penilaian, dan
web untuk administrasi. Secara singkat, gue dan salah seorang yang satu
tim sama gue diminta untuk menggabungkan keempat fitur utama menjadi 1, memperbaiki
tampilan dan fungsi-fungsinya, serta mengimplementasi beberapa fitur yang belum
pernah ada sebelumnya.
Coronavirus started to cripple
Indonesia. All works started to stop because the government announced lockdown
and “Work from Home” thingy. We also got the impact, though we still got the
monthly salary. Gue mulai merasa malas buat kerja di bulan kedua, karena
bawaannya di kamar selalu ngantuk dan pengen main. Wajar sih, gue masih kebawa
masa-masa kuliah, kerjain pas lagi niat aja. Betul kata orang tua gue, harus
ngerasain dulu secara langsung buat paham maksud dari “wanti-wanti” mereka.
Rasa malas gue berimbas ke gue ga disukai sama atasan kantor. Gue juga dikasih
tau kalo gue disrespect by using earphones during workhour, causing me not
responding to supervisor’s call when something urgent comes. Yang paling
parah adalah gue ga disukai karena cara gue ngomong.
FYI, I’m a hypocrite. I mock
everyone and everything that I don’t see fit. Contoh, ada satu kejadian di
bandara Jakarta sebelum gue dan anak-anak yang ikut magang di Polytron berangkat
ke Kudus. Salah seorang anak telat ngumpul pas waktunya gara-gara (yang gue
denger) makan dulu sama keluarganya di sebuah restoran. Yang diangkat jadi
kepala suku sama dosen pembimbing gue kala itu mukanya udah asem karena first
impression yang kurang memuaskan. Otomatis dalam hati gue mikir, “Ah
yaudalah telat doang.” saat itu. Singkat cerita, jalan magang, mereka mulai
deket nih. Gue pikir awalnya deket karena salah satu nya jago ngoding, bisa
bantu-bantu kalo ada yang kesusahan. Kebetulan mereka satu divisi nih di
kantor. Sempet gue “ceng-ceng”-in sambil mikir dalem hati kalo dalam waktu
singkat mereka bakal jadian. Saat itu gue masih skeptis karena liat mereka beda
keyakinan. Singkat cerita kedua, mereka jadian. Feeling gue bener. Emang ya,
dari benci bisa jadi cinta itu beneran nyata dan bisa terjadi. Yang bikin gue
ga disukai adalah gue bacotin mereka terus menerus di belakang mereka. Ya, I
am that kind of guy.
Kedua, bulan-bulan pertama ada
yang masak makanan sendiri tiap weekend. Gue, temen sekamar, dan semua
yang bareng-bareng magang diajakin makan bareng. Positifnya, ga perlu bayar.
Negatifnya, porsinya kadang ga kira-kira. Gue adalah tipe orang yang ga suka buang
makanan, tapi ga pengen makan banyak-banyak karena pengen ngurangin porsi
makan. Masalahnya, yang dikira kuat makan dan yang badannya gede ternyata ga
makan banyak, jadi tiap kali ada sisa makanan dilemparnya ke gue. Gue protes
lah ngomongin di kantor bllangnya terpaksa, karena emang bener dong, kondisinya
gue terpaksa di saat harusnya temen-temen yang lain lebih kuat makan dan
“harusnya” masih laper juga. Well, it crashed me the hard way. Gue kira
cuma atasan yang ga suka gue ngomong kayak gitu, nyatanya temen sekamar juga
demikian. What made it worse, that person won’t even tell the damn thing
about it, let alone discuss or criticize me.
Gue disadarkan dengan perkataan
“Belum tentu apa yang menurut lu benar itu benar menurut orang lain.”. Gue juga
sadar ga semua orang mau ngomong atau cerita kalau sedang ada masalah, mau
seberapa banyak kita tanya atau berharap buat mereka cerita. Temen sekamar gue
dulu ini emang orang yang tertutup, jarang ngomong juga, tapi paling berisik
kalo lagi main. Gue ga masalah dia berisik, but I’m a light sleeper. Who the
f*ck yell with their friends at 2 A.M. in the midnight playing Dota 2 while
wearing headset? Gue ga mempermasalahkan dia berisik ato engga, cuma tau
diri dong harusnya. Masa teriak-teriak jam 2 pagi?
Gue sempet triggered soal
gue ga disukai, karena gaada yang secara blak-blakan kasih tau. Gue sempet
depresi juga, karena ga bahkan temen sekamar sendiri demikian ke gue. Alhasil
gue cuma bisa ladenin dia yang literally diemin gue selama sebulan. No
matter how hard I tried to reconcile, no matter how many times I asked that
person to talk, no matter how many times I said sorry, this piece of sculpture
won’t even talk. Rather, I got a sinister smile. That moment I decided to move
out. Why would I be in the same room with a statue, I thought. This person
doesn’t even like me and kept silent, ignored me as if I never existed in the
first place. I tried not to hate it, but this person pushed their luck (I won’t
even tell the gender, ‘coz this is how far I hated their personality). When I
tried to get myself a new room, it turned out that this person already had
requested it just before me. How convenient, let me be the one who’s busy
moving out then.
Sempet depresi, ditekan cicilan
hutang yang tak kunjung selesai kala itu, ditambah bulan-bulan pertama udah ga
disukai sama orang-orang sini, plus temen sekamar yang ga jelas maunya gimana. But,
let all of it pass and go on. Gue cukup senang dengan kehidupan “baru” gue
sekarang. Gue bisa kembali ke kebiasaan gue waktu di rumah, sendirian, ngurusin
hidup sendiri, dan gaada yang judge gue di kamar gue sendiri. Well, I
managed to hold on and moved on with life as it is, trying to improve myself so
I could be accepted as part of their world. But then, when I think about it
again, doesn’t it mean that I’m changing to be as they see fit?
Gue memasuki awal dari dekade
yang baru, the genesis of choices on what actions should we take to be
considered as an adult. Entering a new page in the middle of this hectic year
is one heck of a thing, but I’m glad I held on. Gue sangat bersyukur gue
punya temen-temen baru yang walaupun tau kekurangan gue, but they still
supported me, dan temen-temen lama yang udah membentuk gue, the people who were
my closest friends. Even when they’re not here anymore, I still hoped they’re
doing okay. It may be as cringe and as cheesy as it sounds, but I’m gonna do
this anyway. I'd like to thank KTSM and cafe se blacc for being my family, who
didn’t desert me away for my dilapidated and infuriating personalities, who
always listened to my confide, despite the disparities we had, I’m glad we
could keep solid among us.
Last but not least, a bit of a
message to my readers. Don't be too submerged deep into your thoughts on things
you shouldn’t even think about, dismay may come and go, life still goes on,
time keeps on ticking. Keep learning from your mistakes, stay magnanimous, even
when all you get is disdain, and stay yourself. You can express yourself, tell
your closest friends your problem, and see if they stay or not. By the time you
would know where your "true" place.
Keep rocking on in life, pal. Adios~
Happy birthday GBU! Life is hard for everyone but it keeps on going.
ReplyDeleteLanjutkan khilafnya. NEVER GIVE UP!!
ReplyDeleteIni mungkin pertanyaan bodoh. But how you make cafe as your family dan KTSM apaan ya?
ReplyDeletethey're both my community names, with different circles. also, KTSM means 'Kagak Tidur Sebelum Menang' :)
Delete